Sunday, January 14, 2018

Pengalaman Mahasiswa Mendapatkan Nilai Pertamanya

Sebelum aku bercerita tentang pengalamanku ketika pertama kali mendapatkan nilai di semester awa kuliah, ijinkah aku memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Sebut saja aku Mario, Mahasiswa semester awal kelas sore di sebuah Universitas Swasta di Semarang, fakultas FTIK, jurusan Ilmu Komunikasi. Aku perantauan dari kota Jepara. Aku bekerja di sebuah tempat dengan gaji standar UMR. Makanya aku memilih kelas sore untuk kuliah karena paginya sibuk mencari uang yang kadang lembur sampai malam banget.
Aku merasa sudah terlalu tua untuk kuliah. Umur hampir seperempat abad, sudah nggak bisa lagi untuk dibuat main-main. Ada tanggung jawab besar kepada diri sendiri dan keluarga. Tapi aku tetap berpikir bahwa kuliah itu penting. Apalagi jika aku ingin meningkatkan nasibku hingga nggak gini-gini terus. Aku punya anggapan jika pendidikan itu dapat merubah nasib seseorang. Makanya, sebisa mungkin aku serius dalam menjalani proses perkuliahan ini. Mengingat biaya bulanannya yang nggak sedikit untuk ukuran gajiku yang pas-pasan banget. Dan keinginan mengubah nasib untuk bahagiain keluarga.
Tapi pengalaman pertama waktu lihat hasil nilai nggak asik banget.
Sebenarnya membicarakan nilai itu hal yang saaaaaangaaaaatt konyooool banget. Apalah arti nilai di atas kertas itu. Dan aku memang nggak lagi bicara soal nilai. Aku bicara soal keadilan, gimana dosen yang seharusnya bisa berlaku adil malah berlaku sebaliknya. Okay, jika dosen itu punya hak menilai sesuka hatinya. Tapi aku tetap protes dengan hal ini. Sekali lagi mengingat semua perjuangan mencari biaya, menunggu waktu hingga baru bisa merealisasikan di umur tua ini dan harapan-harapan itu. Apalagi jika kau sudah terlalu banyak makan ketidak keadilan di seumur hidupmu, pasti kau akan punya kesadaran untuk memberontak terhadap siapa pun yang nggak berlaku tidak adil.
Aku ingin meminta penjelasan kenapa hanya nilaiku saja yang berbeda dan rendah, sementara nilai yang lain tinggi-tinggi SEMUA. Bahkan banyak yang nggak ikut UTS atau pun UAS dan jarang berangkat mendapatkan nilai A semua. Aku jadi bertanya-tanya kesalahan apa yang telah aku perbuat. Apa aku mengacau di kelas? Apa aku menyakiti hatinya? Apa ini hanya noise komunikasi? Atau memang dosen itu dendam denganku?
Maka aku pun tanya ke dia. Japri.
Dan jawaban yang muncul, -intinya- begini.
TERSERAH DOSEN MAU NGASIH NILAI APA. KAU TAK PUNYA HAK UNTUK PROTES. NGERTI????
Hening….
This is crazy, MAN!!!… perjungan seseorang tidak sekonyol itu Bu Dosen…
Aku jadi punya rumus untuk kalian mahasiswa yang membaca ini. Jika kau inginkan nilai bagus:
1.      Jarang-jaranglah berangkat
2.      Jangan ikut UTS
3.      Jangan ikut UAS.
Sesimpel itu. Sekonyol itu. Apalagi jika kau menemukan dosen seperti dosenku ini.
Okelah, mungkin jika kau mahasiswa yang nggak peduli dengan urusan kuliah. Yang biaya kuliah tinggal minta ortu. Yang hidup serba kecukupan. Yang nggak pernah merasakan ketidak adilan. Yang penting lulus, beres.
Tapi ini benar-benar konyol untuk ukuran seseorang yang siang-malam mencari duit, rela jauh dari keluarga. Rela meluangkan waktu dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Ini konyol. Sekali lagi ini bukan masalah nilai, ini masalah ketidak adilan, MADAM…

Perjuangan seseorang tidak sekonyol itu MADAM…

No comments:

Post a Comment

Pengalaman Mahasiswa Mendapatkan Nilai Pertamanya

S ebelum aku bercerita tentang pengalamanku ketika pertama kali mendapatkan nilai di semester awa kuliah, ijinkah aku memperkenalkan diri...