Friday, November 3, 2017

Terorisme dan Radikalisme





Alasan Terjadinya Terorisme dan Radikalisme

Sebelum kami berdiskusi dan akhirnya memutuskan kesimpulan tentang alasan mengapa terjadi terorisme dan radikalisme, kami terlebih dahulu mencari tahu apa pengertian dari terorisme dan radikalisme tersebut.
Terorisme menurut wikipedia Indonesia adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.
Terorisme memiliki tujuan untuk membuat orang lain merasa takut sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya, perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lainyang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror.
Radikalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1. Paham atau aliran yang radikal dalam politik. 2. Paham atau aliran yang menginginkan perubahan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastic. 3. Sikap ekstrem dalam aliran politik.
            Setelah kelompok kami mendikusikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan terorirme dan radikalisme, baik pengertiannya, sebab terjadinya, contoh-contoh yang sudah terjadi dan cara mengatasinya, maka diskusi tentang alasan mengapa terorisme dan radikalisme terjadi, kami simpulkan sebagai berikut:

A.    Ketidakpuasan Terhadap Penegakan Hukum dan Demokrasi oleh Pemerintah
Sejak dahulu revolusi sosial selalu berhadapan dengan kekuasaan rezim yang sedang berkuasa akibat dari kepincangan hukum dan keadilan. Tidak dapat dipungkiri, jika pelanggaran prinsip-prisip hukum dengan mengabaikan hak-hak individu akan mengakibatkan ketidakstabilan sosial. Penegakan hukum dan demokrasi yang tidak sesuai dengan semestinya akan memicu adanya aksi terorisme. 

B.     Dugaan Konspirasi International
Sabtu, 12 Oktober 2002 sekitar pukul 23:30 WITA, bom berkekuatan besar meluluhlantakkan diskotik Sariclub serta puluhan bangunan dan kendaraan lainnya yang berada pada radius 10-20 meter. Suara ledakan amat keras terdengar jauh hingga 20 KM dari tempat kejadian, Jl. Legian, Pantai Kuta, Bali.
Anehnya, ketika pukul 01:00 WIB atau Ahad (13 Oktober), saat Dedi Junaidi (penulis buku Konspirasi di Balik Bom Bali), mengakses situs Institute for Counter-Terrorism (ITC) milik Israil, di sana ternyata sudah terpampang laporan ‘investigasi’ kasus Bom Bali dengan tajuk Al-Qaida’s Asian Web. Laporan itu ditulis Yahel Shahar, peneliti ITC, tanggal 12 Oktober. Dia mengawali tulisannya dengan, “sungguh ironis, bahkan tragis, setelah berbulan-bulan Pemerintah Indonesis menyangkal adanya aktivitas militant Al-Qaida, kini mereka dikejudkan oleh aksi teror terburuk dalam sejarah Indonesia.”
Selanjutnya, Yael menuding Abubakar Ba’asyir yang disebutnya sebagai Amir Jemaah Islamiah dan Majelis Mujahidin Indonesia sebagai pihak yang pertama-tama harus dicurigai.
Berdasarkan deskripsi di atas, muncul kesan kuat bahwa peledakan bom Bali merupakan konspirasi international untuk membuktikan tudingan Lee Kuan Yew (mantan PM Singpura) tentang adanya sel-sel tidur jaringan Al-Qaida di Indonesia, yang sebelumnya secara berulang-ulang dibantah oleh pemerintah Indonesia melalui pernyataan Wapres Hamzah Haz.
Dugaan adanya konspirasi kotor yang bermain di balik aksi terorisme di Bali juga terungkap dengan pertemuan agen CIA dengan presiden Megawati pada tanggal 16 September 2002 yang dibocorkan oleh Freed Burk, penerjemah kontrak dengan spesialisasi Indonesia dan Mandarin di Deplu AS sejak 1986.

C.    Faktor Ekonomi.
Faktor ekonomi bisa berdampak pada terjadinya terorisme dan radikalisme. Hal ini dipicu karena rendahnya perekonomian masyarakat. Masyarakat yang ekonominya rendah lebih mudah terpedaya untuk bergabung dalam organisasi terorisme. Sebab mereka dijanjikan untuk kehidupan perekonomian yang lebih baik. Tentu, tidak semua masyarakat yang ekonominya rendah bisa dengan mudah terpedaya untuk bergabung dengan jaringan terorisme. Tetapi, masyarakat dengan ekonomi rendah mempunyai presentasi lebih besar terpedaya untuk bergabung dengan jaringan terorisme. 

D.    Deskriminasi Etnis/Golongan Tertentu.
Aksi teror akan muncul jika ada deskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama atau yang lainnya. Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan kelompok lainnya. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.

E.     Pencarian Sensasi Agar Keberadaannya dianggap Ada

Semarang, 3 Oktober 2017

No comments:

Post a Comment

Pengalaman Mahasiswa Mendapatkan Nilai Pertamanya

S ebelum aku bercerita tentang pengalamanku ketika pertama kali mendapatkan nilai di semester awa kuliah, ijinkah aku memperkenalkan diri...