Alasan Terjadinya Terorisme dan
Radikalisme
Sebelum
kami berdiskusi dan akhirnya memutuskan kesimpulan tentang alasan mengapa
terjadi terorisme dan radikalisme, kami terlebih dahulu mencari tahu apa
pengertian dari terorisme dan radikalisme tersebut.
Terorisme
menurut wikipedia Indonesia adalah serangan-serangan terkoordinasi yang
bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.
Terorisme
memiliki tujuan untuk membuat orang lain merasa takut sehingga dengan demikian
dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya, perbuatan
teror digunakan apabila tidak ada jalan lainyang dapat ditempuh untuk
melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk
menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidak percayaan
masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok
tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror.
Radikalisme
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1. Paham atau aliran yang radikal
dalam politik. 2. Paham atau aliran yang menginginkan perubahan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastic. 3. Sikap
ekstrem dalam aliran politik.
Setelah kelompok kami mendikusikan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan terorirme dan radikalisme, baik
pengertiannya, sebab terjadinya, contoh-contoh yang sudah terjadi dan cara
mengatasinya, maka diskusi tentang alasan
mengapa terorisme dan radikalisme terjadi, kami simpulkan sebagai berikut:
A.
Ketidakpuasan
Terhadap Penegakan Hukum dan Demokrasi oleh Pemerintah
Sejak
dahulu revolusi sosial selalu berhadapan dengan kekuasaan rezim yang sedang
berkuasa akibat dari kepincangan hukum dan keadilan. Tidak dapat dipungkiri,
jika pelanggaran prinsip-prisip hukum dengan mengabaikan hak-hak individu akan
mengakibatkan ketidakstabilan sosial. Penegakan hukum dan demokrasi yang tidak
sesuai dengan semestinya akan memicu adanya aksi terorisme.
B.
Dugaan
Konspirasi International
Sabtu,
12 Oktober 2002 sekitar pukul 23:30 WITA, bom berkekuatan besar
meluluhlantakkan diskotik Sariclub serta puluhan bangunan dan kendaraan lainnya
yang berada pada radius 10-20 meter. Suara ledakan amat keras terdengar jauh
hingga 20 KM dari tempat kejadian, Jl. Legian, Pantai Kuta, Bali.
Anehnya,
ketika pukul 01:00 WIB atau Ahad (13 Oktober), saat Dedi Junaidi (penulis buku
Konspirasi di Balik Bom Bali), mengakses situs Institute for Counter-Terrorism
(ITC) milik Israil, di sana ternyata sudah terpampang laporan ‘investigasi’
kasus Bom Bali dengan tajuk Al-Qaida’s Asian Web. Laporan itu ditulis Yahel
Shahar, peneliti ITC, tanggal 12 Oktober. Dia mengawali tulisannya dengan,
“sungguh ironis, bahkan tragis, setelah berbulan-bulan Pemerintah Indonesis
menyangkal adanya aktivitas militant Al-Qaida, kini mereka dikejudkan oleh aksi
teror terburuk dalam sejarah Indonesia.”
Selanjutnya,
Yael menuding Abubakar Ba’asyir yang disebutnya sebagai Amir Jemaah Islamiah
dan Majelis Mujahidin Indonesia sebagai pihak yang pertama-tama harus
dicurigai.
Berdasarkan
deskripsi di atas, muncul kesan kuat bahwa peledakan bom Bali merupakan
konspirasi international untuk membuktikan tudingan Lee Kuan Yew (mantan PM
Singpura) tentang adanya sel-sel tidur jaringan Al-Qaida di Indonesia, yang
sebelumnya secara berulang-ulang dibantah oleh pemerintah Indonesia melalui
pernyataan Wapres Hamzah Haz.
Dugaan
adanya konspirasi kotor yang bermain di balik aksi terorisme di Bali juga
terungkap dengan pertemuan agen CIA dengan presiden Megawati pada tanggal 16
September 2002 yang dibocorkan oleh Freed Burk, penerjemah kontrak dengan
spesialisasi Indonesia dan Mandarin di Deplu AS sejak 1986.
C.
Faktor
Ekonomi.
Faktor
ekonomi bisa berdampak pada terjadinya terorisme dan radikalisme. Hal ini
dipicu karena rendahnya perekonomian masyarakat. Masyarakat yang ekonominya
rendah lebih mudah terpedaya untuk bergabung dalam organisasi terorisme. Sebab
mereka dijanjikan untuk kehidupan perekonomian yang lebih baik. Tentu, tidak
semua masyarakat yang ekonominya rendah bisa dengan mudah terpedaya untuk
bergabung dengan jaringan terorisme. Tetapi, masyarakat dengan ekonomi rendah
mempunyai presentasi lebih besar terpedaya untuk bergabung dengan jaringan
terorisme.
D.
Deskriminasi
Etnis/Golongan Tertentu.
Aksi
teror akan muncul jika ada deskriminasi antar etnis atau kelompok dalam
masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya
karena warna kulit, agama atau yang lainnya. Kelompok yang direndahkan akan
mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan
kelompok lainnya. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang
biaknya teror.
E.
Pencarian
Sensasi Agar Keberadaannya dianggap Ada
Semarang, 3 Oktober 2017
No comments:
Post a Comment